www.wkgunawan.blogspot.com

Minggu, 04 September 2011

Menjagamu dengan mataKU yang tak pernah tidur Catatan kecil Weka Gunawan


 Catatan ini kutulis, karena bagaimana pun menurut WHO (World health Association) keadaan sehat itu adalah keadaan seimbang sehat jasmani dan rohani maka aku membagi catatan ini untuk alasan sehat rohani.

Menjagamu dengan mataKU yang tak pernah tidur

Catatan kecil Weka Gunawan

Ken memandangku  sambil matanya berkaca-kaca. Sejak hari ke sebelas di bulan ramadhan tahun 2011 ini Ken memastikan ia mengikuti  salat Tarawih di mesjid-mesjid. Baik itu di mesjid yang berhampiran dengan kediamannya, juga menyempatkan diri bersalat Tarawih di mesjid Putra, di Putrajaya, mesjid Negara, mesjid di Kampus dan juga mesjid Tuanku Mizan Zainal Abidin, sebuah icon terbaru di Putrajaya. Keharuan menyergapnya. Ken acapkali terlalu sensitif pada banyak hal, karena itu aku pernah melihatnya menangis membaca berita tentang gempa di Padang, Sumatera, atau saat menonton berita-berita tentang kelaparan di Somalia.

Ken memandang jubah-jubah berwarna ungu yang digantung berderet, di sebuah gantungan di dekat ruang mengambil wudhu di mesjid negara Kuala Lumpur. Bagi pengunjung mesjid yang perepmpuan dan tidak mengenakan kerudung atau berkerudung ala kadarnya (tidak menutupi seluruh rambut) maka pihak mesjid menyediakan jubah tersebut untuk dipakai. Ia bertanya kepadaku, adakah Tuhan memang mengharuskan berpakaian tertentu kala menghadapNYA. Aku menjawab, aku tak memahami banyak tentang hukum-hukum Islam. Kita hanya dapat menghormati Tuan Rumah, dress code apa yang diinginkan pengelola mesjid ini saat pengunjung memasuki mesjid yang mereka kelola.

Aku sampaikan pula bahwa saat ini mesjid Putra, sudah memberikan kebenaran bagi para turis untuk memasuki mesjid meskipun kaum lelaki dan pengunjung perempuan hanya bercelana pendek tidak sampai ke paras lutut. Dahulu, di depan pintu masuk tersedia jubah-jubah tersebut, tetapi mungkin karena jubah yang tersedia tidak cukup sedangkan turis terlalu banyak, maka pengelola memberikan kebijaksanaan itu.

Ken berkata, mesjid adalah bentuk kokoh sebuah syiar agama. Maka, alangkah indahnya rumah Tuhan dikemas sebagai sebuah tempat mengadu, tanpa syarat, tanpa kecuali. Ken bercerita ia pernah mendengar kisah tentang seorang Pelacur yang mengunjungi mesjid, ia diusir oleh pengelola mesjid karena dianggap sebagai najis, kotoran busuk dan tak berhak memasuki rumah Tuhan yang suci dan bersih, pelacur itu meneruskan langkahnya dengan berurai airmata kecewa, ia merasa demikian menjijikkannya dirinya sehingga rumah Tuhan tidak pantas untuknya? Pelacur itu mendapatkan hidayahNYA, ia yakin pada kebenaran dan imannya begitu kuat bahwa Allah azza wa jalla adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang pada umatNYA, bahkan dosa-dosa yang banyak seperti buih di samudera, Allah dengan lautan cintaNYA akan mengampuni dosa-dosanya.

Pelacur itu meneruskan langkahnya merasai hikmah dan nikmat Allah sepanjang perjalananannya. Ia meninggal dunia dan kemudian ia masuk surga hanya karena kebaikan yang kelihatannya sepele di mata manusia, yakni: memberi minum anjing yang kehausan.

Aku menganggukkan kepala. Membenarkan cerita Ken, benar banyak kisah-kisah tentang betapa amat pengasih Allah kepada umatNYA.

Ken menapaki lantai mesjid yang hangat. September mulai hujan, tetapi lantai mesjid hangat. Ujar Ken, dalam surah Ar-Rahman, Allah sampai bertanya pada manusia, kebaikan Allah yang mana lagi yang engkau dustakan? Aku tersenyum mendengarnya.
“Qul huwal-ladzii ansya’akum wa ja’ala lakumus-sam’a wal abshaara wal af’idah, qaliilam maa tasykuruun” yang bermakna: Katakanlah: “Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. (Tetapi) amat sedikit dari kamu yang bersyukur.

“Bayangkan Allah itu mengetahui bebalnya ciptaanNYA, bandel, tetapi dengan kasihNYA terus saja ia memberikan banyak kebaikan bagi umatNYA, seandainya mereka mengetahui” ujar Ken.

Kami menantikan adzan maghrib berkumandang sambil memandang ke arah langit. Matahari berpendar redup hanya menyisakan goresan-goresan oranye jingga di ufuk sana. Segala puji bagi Allah yang tiada cacat sedikitpun  ciptaanNYA.

“Ken” suaraku. Ia memandangku ke dalam mataku. Itulah kebiasaan Ken kalau berbicara, ia selalu berusaha memperhatikan dengan sungguh-sungguh apa yang hendak dikatakan lawan bicaranya.

“Ya?” jawabnya. Aku menghela nafas. Terdengar berat tetapi rasanya paru-paruku terisi oksigen lebih banyak.

“Ken, aku merasa terlalu banyak beban, terlalu banyak ujian hidup yang harus kujalani, terlalu banyak …” aku menghentikan ucapanku tiba-tiba. Menghela nafas lagi. Ken menggamit lenganku. Aku menoleh padanya, memperhatikan wajahnya yang bersih. Ia tersenyum. Sungguh, ia mengembangkan senyumnya makin lebar.

“Teruskan, ceritakan apa yang kau rasakan kalau engkau mempercayaiku” katanya masih tersenyum sangat lembut dan sinar matanya menenangkanku. Aku tersenyum juga akhirnya dan sepertinya aku merasa cukup tanpa perlu  bercerita panjang  tentang kegundahanku pada sahabatku Ken ini.

“Mari berdoa sahabat, bersediakah kau kalau aku memimpin doa?” Tanya Ken hati-hati. Ia terlalu takut jika dianggap menggurui. Ia terlalu takut dianggap sok suci. Tapi aku selalu tahu, ia senantiasa ikhlas dalam hal apa saja. Aku menganggukkan kepala.

Dan, inilah doa yang Ken ucapkan:

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dengan namaMU yang tidak aku harapkan kecuali karuniaNYA, yang tidak menjadikan aku takut kecuali keadilanNYA, dan aku sama sekali tidak percayai kecuali firmanNYA, dan tidak aku pegang kecuali ‘tangan’NYA.

Wahai Pemilik ampunan dan keikhlasan, kepadaMU lah aku berlindung dari kezaliman dan permusuhan dan dari perubahan zaman, dari berlanjutnya duka nestapa dan rangkaian keburukan nasib, dari habisnya masa sebelum diperhitungkan dan dipersiapkan.

Dan, hanya kepadaMU, aku mohon bimbingan menuju apa yang baik dan mendatangkan kebaikan. Dan, hanya kepadaMU aku mohon limpahan keselamatan, kesehatan dan kelanggengannya. Aku berlindung kepadaMU dari godaan-godaan iblis dan syetan. Aku melakukan ketaatan kepadaMU semata-mata hanya berharap kasih sayangMU. Limpahkan kesejahteraan pada nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad beserta keluarga beliau yang bersih dan suci. Jaga diriku Ya Allah dengan mata-MU yang tak pernah tidur. Tuntaskanlah semua urusanku Ya Allah dengan bergantung hanya padaMU. Tutuplah usiaku dengan ampunanMU. Aku bernaung dengan kekuasaanMU dari kezaliman sang penguasa, terimalah salatku dan puasaku. Lindungilah aku pada waktu jaga dan tidurku, karena Engkaulah Ya Allah penjaga yang terbaik. Engkaulah yang paling pengasih dari segala yang pengasih. Amin Ya Robbal Alamien.   


                Saat kami berdua mengusap wajah kami, azan maghrib pun menggema. Ken tidak memandangku lagi, meminum air sejuk yang dia bawa dari rumah. Seorang pengelola mesjid memperhatikan kami kemudian mempersilakan kami untuk menikmati hidangan buka puasa  yang diletakkan berhampiran dengan dewan salat utama. Tiga butir kurma dan sepotong pastel daging melepas dahaga kami seharian ini. Aku merasa hatiku menjadi tenang dan riang, oleh sebab itu aku membagi doa Ken ini dalam catatan kecilku. Benar, yang penting aku  melakukan langkah demi langkah tak berhenti, hanya kepada Allah-lah aku berharap.

National Mosque, Kuala Lumpur 29 Agustus 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar