www.wkgunawan.blogspot.com

Kamis, 15 September 2011

Clean your soul for HEALTH!/ SUNAN KALIJAGA and KETUPAT RAYA

In this title I tell you all about fasting. Fasting is a way to stay healthy! Insya Allah, I will write it down in details later. Now, I tell you about SUNAN KALIJAGA, one of WALI SANGA.

 
KETUPAT  SUNAN KALIJAGA

Catatan kecil CSP Wekadigunawan (Weka Gunawan) sempena syawal tahun 2011.

Tahukah anda Sunan Kalijaga-lah yang memperkenalkan ketupat (KUPAT, dalam bahasa Jawa)?  Tradisi di Pulau Jawa terutama di daerah Cirebon, Demak, Yogja dan sekitarnya mengenal seminggu setelah ramadhan berakhir adalah hari raya ketupat (Rioyo Kupat).

Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1450 masehi. Beliau masih mengalami pemerintahan kerajaan besar Majapahit yang berakhir pada tahun 1478. Umur beliau mencapai 100 tahun, sehingga mengalami pemerintahan kerajaan Mataram di bawah Panembahan Senopati. Sebelum menjadi salah satu penyebar agama Islam di seluruh Nusantara, termasuk Semenanjung Malaya, Thailand, Vietnam dan Kamboja. Beliau pernah melakukan kesilapan yakni membagikan makanan dan uang kepada orang-orang miskin yang diperolehnya dari hasil mencuri dari pegawai-pegawai Belanda dan orang-orang kaya yang jahat. Sunan Bonang yang mengajarkan pada beliau bahwa untuk mencapai kebaikan (menolong orang lain, bersedekah, berzakat) haram hukumnya mendapatkannya dari hasil kejahatan (mencuri, merampok, dan semacamnya).


Filosofi KUPAT Kanjeng Sunan Kalijaga


KUPAT merupakan akronim dari LAKU PAPAT (4 tingkat amalan) yang dipopulerkan Sang Sunan saat mengajarkan puasa.

“Sing sapa anglampahi pasa mula bakal pinaringan Kupat” begitu Sunan Kalijaga mendorong pengikutnya untuk berpuasa penuh ikhlas selama 29 hari (sebulan) agar mendapatkan Ketupat Idul Fitri yang sangat nikmat.

Ketupat sangat unik, beras dibungkus dengan daun kelapa yang sudah menguning (janur) dan berbentuk segi empat. Walau direbus hingga berubah warna, intinya (nukleusnya/sarinya) tetap saja putih bersih!

Lalu apa maknanya LAKU PAPAT itu?

  1. Ia bermakna LEBAR yaitu menuntaskan puasa selama sebulan penuh dengan penuh ikhlas hanya kepada Allah Subhanallahu wa ta’ala.
  2. Tahap kedua adalah LUBER yaitu membayar zakat kepada fakir miskin, sejumlah beras untuk dimakan oleh para fakir miskin.
  3. Tahap ketiga adalah LEBUR yakni meleburlah seluruh dosa-dosa umat yang mampu mengamalkan kedua hal di atas.
  4. Tahap ke empat adalah LABUR yakni melabur, membersihkan diri sehingga di hari lebaran terasa hati penuh keberkahan Allah, kesucian hati dan perilaku.

Maka untuk merayakan kebersihan hati dan jiwa yang didapati setelah sebulan berpuasa, pengikut Sunan Kalijaga mempunyai tradisi meLABUR, yakni mencat masjid, pendopo dan rumah-rumah mereka dengan KAPUR (mengapur) sehingga putih bersih.

Tulisan ini diilhami dari ajakan senior kami  di Universitas Kebangsaan Malaysia yang juga dosen senior di  Universitas Gajah Mada, Muhammad Jafnan Affandie. Beliau mengajak kami supaya menjaga kesucian hati dan perilaku tidak hanya pada saat ramadhan dan syawal tetapi sepanjang tahun.

Terimakasih, betapa indahnya saling mengingatkan…

Kajang Utama, 16 September 2011 (Libur hari Malaysia!)

Minggu, 04 September 2011

Menjagamu dengan mataKU yang tak pernah tidur Catatan kecil Weka Gunawan


 Catatan ini kutulis, karena bagaimana pun menurut WHO (World health Association) keadaan sehat itu adalah keadaan seimbang sehat jasmani dan rohani maka aku membagi catatan ini untuk alasan sehat rohani.

Menjagamu dengan mataKU yang tak pernah tidur

Catatan kecil Weka Gunawan

Ken memandangku  sambil matanya berkaca-kaca. Sejak hari ke sebelas di bulan ramadhan tahun 2011 ini Ken memastikan ia mengikuti  salat Tarawih di mesjid-mesjid. Baik itu di mesjid yang berhampiran dengan kediamannya, juga menyempatkan diri bersalat Tarawih di mesjid Putra, di Putrajaya, mesjid Negara, mesjid di Kampus dan juga mesjid Tuanku Mizan Zainal Abidin, sebuah icon terbaru di Putrajaya. Keharuan menyergapnya. Ken acapkali terlalu sensitif pada banyak hal, karena itu aku pernah melihatnya menangis membaca berita tentang gempa di Padang, Sumatera, atau saat menonton berita-berita tentang kelaparan di Somalia.

Ken memandang jubah-jubah berwarna ungu yang digantung berderet, di sebuah gantungan di dekat ruang mengambil wudhu di mesjid negara Kuala Lumpur. Bagi pengunjung mesjid yang perepmpuan dan tidak mengenakan kerudung atau berkerudung ala kadarnya (tidak menutupi seluruh rambut) maka pihak mesjid menyediakan jubah tersebut untuk dipakai. Ia bertanya kepadaku, adakah Tuhan memang mengharuskan berpakaian tertentu kala menghadapNYA. Aku menjawab, aku tak memahami banyak tentang hukum-hukum Islam. Kita hanya dapat menghormati Tuan Rumah, dress code apa yang diinginkan pengelola mesjid ini saat pengunjung memasuki mesjid yang mereka kelola.

Aku sampaikan pula bahwa saat ini mesjid Putra, sudah memberikan kebenaran bagi para turis untuk memasuki mesjid meskipun kaum lelaki dan pengunjung perempuan hanya bercelana pendek tidak sampai ke paras lutut. Dahulu, di depan pintu masuk tersedia jubah-jubah tersebut, tetapi mungkin karena jubah yang tersedia tidak cukup sedangkan turis terlalu banyak, maka pengelola memberikan kebijaksanaan itu.

Ken berkata, mesjid adalah bentuk kokoh sebuah syiar agama. Maka, alangkah indahnya rumah Tuhan dikemas sebagai sebuah tempat mengadu, tanpa syarat, tanpa kecuali. Ken bercerita ia pernah mendengar kisah tentang seorang Pelacur yang mengunjungi mesjid, ia diusir oleh pengelola mesjid karena dianggap sebagai najis, kotoran busuk dan tak berhak memasuki rumah Tuhan yang suci dan bersih, pelacur itu meneruskan langkahnya dengan berurai airmata kecewa, ia merasa demikian menjijikkannya dirinya sehingga rumah Tuhan tidak pantas untuknya? Pelacur itu mendapatkan hidayahNYA, ia yakin pada kebenaran dan imannya begitu kuat bahwa Allah azza wa jalla adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang pada umatNYA, bahkan dosa-dosa yang banyak seperti buih di samudera, Allah dengan lautan cintaNYA akan mengampuni dosa-dosanya.

Pelacur itu meneruskan langkahnya merasai hikmah dan nikmat Allah sepanjang perjalananannya. Ia meninggal dunia dan kemudian ia masuk surga hanya karena kebaikan yang kelihatannya sepele di mata manusia, yakni: memberi minum anjing yang kehausan.

Aku menganggukkan kepala. Membenarkan cerita Ken, benar banyak kisah-kisah tentang betapa amat pengasih Allah kepada umatNYA.

Ken menapaki lantai mesjid yang hangat. September mulai hujan, tetapi lantai mesjid hangat. Ujar Ken, dalam surah Ar-Rahman, Allah sampai bertanya pada manusia, kebaikan Allah yang mana lagi yang engkau dustakan? Aku tersenyum mendengarnya.
“Qul huwal-ladzii ansya’akum wa ja’ala lakumus-sam’a wal abshaara wal af’idah, qaliilam maa tasykuruun” yang bermakna: Katakanlah: “Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. (Tetapi) amat sedikit dari kamu yang bersyukur.

“Bayangkan Allah itu mengetahui bebalnya ciptaanNYA, bandel, tetapi dengan kasihNYA terus saja ia memberikan banyak kebaikan bagi umatNYA, seandainya mereka mengetahui” ujar Ken.

Kami menantikan adzan maghrib berkumandang sambil memandang ke arah langit. Matahari berpendar redup hanya menyisakan goresan-goresan oranye jingga di ufuk sana. Segala puji bagi Allah yang tiada cacat sedikitpun  ciptaanNYA.

“Ken” suaraku. Ia memandangku ke dalam mataku. Itulah kebiasaan Ken kalau berbicara, ia selalu berusaha memperhatikan dengan sungguh-sungguh apa yang hendak dikatakan lawan bicaranya.

“Ya?” jawabnya. Aku menghela nafas. Terdengar berat tetapi rasanya paru-paruku terisi oksigen lebih banyak.

“Ken, aku merasa terlalu banyak beban, terlalu banyak ujian hidup yang harus kujalani, terlalu banyak …” aku menghentikan ucapanku tiba-tiba. Menghela nafas lagi. Ken menggamit lenganku. Aku menoleh padanya, memperhatikan wajahnya yang bersih. Ia tersenyum. Sungguh, ia mengembangkan senyumnya makin lebar.

“Teruskan, ceritakan apa yang kau rasakan kalau engkau mempercayaiku” katanya masih tersenyum sangat lembut dan sinar matanya menenangkanku. Aku tersenyum juga akhirnya dan sepertinya aku merasa cukup tanpa perlu  bercerita panjang  tentang kegundahanku pada sahabatku Ken ini.

“Mari berdoa sahabat, bersediakah kau kalau aku memimpin doa?” Tanya Ken hati-hati. Ia terlalu takut jika dianggap menggurui. Ia terlalu takut dianggap sok suci. Tapi aku selalu tahu, ia senantiasa ikhlas dalam hal apa saja. Aku menganggukkan kepala.

Dan, inilah doa yang Ken ucapkan:

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dengan namaMU yang tidak aku harapkan kecuali karuniaNYA, yang tidak menjadikan aku takut kecuali keadilanNYA, dan aku sama sekali tidak percayai kecuali firmanNYA, dan tidak aku pegang kecuali ‘tangan’NYA.

Wahai Pemilik ampunan dan keikhlasan, kepadaMU lah aku berlindung dari kezaliman dan permusuhan dan dari perubahan zaman, dari berlanjutnya duka nestapa dan rangkaian keburukan nasib, dari habisnya masa sebelum diperhitungkan dan dipersiapkan.

Dan, hanya kepadaMU, aku mohon bimbingan menuju apa yang baik dan mendatangkan kebaikan. Dan, hanya kepadaMU aku mohon limpahan keselamatan, kesehatan dan kelanggengannya. Aku berlindung kepadaMU dari godaan-godaan iblis dan syetan. Aku melakukan ketaatan kepadaMU semata-mata hanya berharap kasih sayangMU. Limpahkan kesejahteraan pada nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad beserta keluarga beliau yang bersih dan suci. Jaga diriku Ya Allah dengan mata-MU yang tak pernah tidur. Tuntaskanlah semua urusanku Ya Allah dengan bergantung hanya padaMU. Tutuplah usiaku dengan ampunanMU. Aku bernaung dengan kekuasaanMU dari kezaliman sang penguasa, terimalah salatku dan puasaku. Lindungilah aku pada waktu jaga dan tidurku, karena Engkaulah Ya Allah penjaga yang terbaik. Engkaulah yang paling pengasih dari segala yang pengasih. Amin Ya Robbal Alamien.   


                Saat kami berdua mengusap wajah kami, azan maghrib pun menggema. Ken tidak memandangku lagi, meminum air sejuk yang dia bawa dari rumah. Seorang pengelola mesjid memperhatikan kami kemudian mempersilakan kami untuk menikmati hidangan buka puasa  yang diletakkan berhampiran dengan dewan salat utama. Tiga butir kurma dan sepotong pastel daging melepas dahaga kami seharian ini. Aku merasa hatiku menjadi tenang dan riang, oleh sebab itu aku membagi doa Ken ini dalam catatan kecilku. Benar, yang penting aku  melakukan langkah demi langkah tak berhenti, hanya kepada Allah-lah aku berharap.

National Mosque, Kuala Lumpur 29 Agustus 2011.