KETUPAT SUNAN KALIJAGA
Catatan
kecil CSP Wekadigunawan (Weka Gunawan) sempena syawal tahun 2011.
Tahukah anda Sunan Kalijaga-lah
yang memperkenalkan ketupat (KUPAT, dalam bahasa Jawa)? Tradisi di Pulau Jawa terutama di daerah
Cirebon, Demak, Yogja dan sekitarnya mengenal seminggu setelah ramadhan
berakhir adalah hari raya ketupat (Rioyo
Kupat).
Sunan Kalijaga lahir pada tahun
1450 masehi. Beliau masih mengalami pemerintahan kerajaan besar Majapahit yang
berakhir pada tahun 1478. Umur beliau mencapai 100 tahun, sehingga mengalami
pemerintahan kerajaan Mataram di bawah Panembahan Senopati. Sebelum menjadi
salah satu penyebar agama Islam di seluruh Nusantara, termasuk Semenanjung
Malaya, Thailand, Vietnam dan Kamboja. Beliau pernah melakukan kesilapan yakni
membagikan makanan dan uang kepada orang-orang miskin yang diperolehnya dari
hasil mencuri dari pegawai-pegawai Belanda dan orang-orang kaya yang jahat.
Sunan Bonang yang mengajarkan pada beliau bahwa untuk mencapai kebaikan (menolong orang lain, bersedekah, berzakat)
haram hukumnya mendapatkannya dari hasil kejahatan (mencuri, merampok, dan
semacamnya).
“Sing sapa anglampahi pasa mula
bakal pinaringan Kupat” begitu Sunan Kalijaga mendorong pengikutnya untuk
berpuasa penuh ikhlas selama 29 hari (sebulan) agar mendapatkan Ketupat Idul
Fitri yang sangat nikmat.
Ketupat sangat unik, beras
dibungkus dengan daun kelapa yang sudah menguning (janur) dan berbentuk segi
empat. Walau direbus hingga berubah warna, intinya (nukleusnya/sarinya) tetap
saja putih bersih!
Lalu apa maknanya LAKU PAPAT itu?
- Ia
bermakna LEBAR yaitu menuntaskan puasa selama sebulan penuh dengan penuh
ikhlas hanya kepada Allah Subhanallahu wa ta’ala.
- Tahap
kedua adalah LUBER yaitu membayar zakat kepada fakir miskin, sejumlah
beras untuk dimakan oleh para fakir miskin.
- Tahap
ketiga adalah LEBUR yakni meleburlah seluruh dosa-dosa umat yang mampu mengamalkan
kedua hal di atas.
- Tahap
ke empat adalah LABUR yakni melabur, membersihkan diri sehingga di hari
lebaran terasa hati penuh keberkahan Allah, kesucian hati dan perilaku.
Maka untuk merayakan kebersihan
hati dan jiwa yang didapati setelah sebulan berpuasa, pengikut Sunan Kalijaga
mempunyai tradisi meLABUR, yakni mencat masjid, pendopo dan rumah-rumah mereka
dengan KAPUR (mengapur) sehingga putih bersih.
Tulisan ini diilhami dari ajakan
senior kami di Universitas Kebangsaan
Malaysia yang juga dosen senior di
Universitas Gajah Mada, Muhammad Jafnan Affandie. Beliau mengajak kami
supaya menjaga kesucian hati dan perilaku tidak hanya pada saat ramadhan dan
syawal tetapi sepanjang tahun.
Terimakasih, betapa indahnya
saling mengingatkan…
Kajang Utama, 16 September 2011
(Libur hari Malaysia!)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar