Catatan ini kutulis, karena bagaimana pun menurut WHO (World health Association) keadaan sehat itu adalah keadaan seimbang sehat jasmani dan rohani maka aku membagi catatan ini untuk alasan sehat rohani.
Menjagamu dengan mataKU yang tak pernah tidur
Catatan kecil Weka
Gunawan
Ken memandangku sambil matanya berkaca-kaca. Sejak hari ke
sebelas di bulan ramadhan tahun 2011 ini Ken memastikan ia mengikuti salat Tarawih di mesjid-mesjid. Baik itu di
mesjid yang berhampiran dengan kediamannya, juga menyempatkan diri bersalat
Tarawih di mesjid Putra, di Putrajaya, mesjid Negara, mesjid di Kampus dan juga
mesjid Tuanku Mizan Zainal Abidin, sebuah icon terbaru di Putrajaya.
Keharuan menyergapnya. Ken acapkali terlalu sensitif pada banyak hal, karena
itu aku pernah melihatnya menangis membaca berita tentang gempa di Padang,
Sumatera, atau saat menonton berita-berita tentang kelaparan di Somalia.
Ken memandang
jubah-jubah berwarna ungu yang digantung berderet, di sebuah gantungan di dekat
ruang mengambil wudhu di mesjid negara Kuala Lumpur. Bagi pengunjung mesjid
yang perepmpuan dan tidak mengenakan kerudung atau berkerudung ala kadarnya
(tidak menutupi seluruh rambut) maka pihak mesjid menyediakan jubah tersebut
untuk dipakai. Ia bertanya kepadaku, adakah Tuhan memang mengharuskan
berpakaian tertentu kala menghadapNYA. Aku menjawab, aku tak memahami banyak
tentang hukum-hukum Islam. Kita hanya dapat menghormati Tuan Rumah, dress
code apa yang diinginkan pengelola mesjid ini saat pengunjung memasuki
mesjid yang mereka kelola.
Aku sampaikan
pula bahwa saat ini mesjid Putra, sudah memberikan kebenaran bagi para turis
untuk memasuki mesjid meskipun kaum lelaki dan pengunjung perempuan hanya
bercelana pendek tidak sampai ke paras lutut. Dahulu, di depan pintu masuk
tersedia jubah-jubah tersebut, tetapi mungkin karena jubah yang tersedia tidak
cukup sedangkan turis terlalu banyak, maka pengelola memberikan kebijaksanaan
itu.
Ken berkata, mesjid
adalah bentuk kokoh sebuah syiar agama. Maka, alangkah indahnya rumah Tuhan
dikemas sebagai sebuah tempat mengadu, tanpa syarat, tanpa kecuali. Ken
bercerita ia pernah mendengar kisah tentang seorang Pelacur yang mengunjungi
mesjid, ia diusir oleh pengelola mesjid karena dianggap sebagai najis, kotoran busuk
dan tak berhak memasuki rumah Tuhan yang suci dan bersih, pelacur itu meneruskan
langkahnya dengan berurai airmata kecewa, ia merasa demikian menjijikkannya
dirinya sehingga rumah Tuhan tidak pantas untuknya? Pelacur itu mendapatkan
hidayahNYA, ia yakin pada kebenaran dan imannya begitu kuat bahwa Allah azza wa
jalla adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang pada umatNYA, bahkan dosa-dosa
yang banyak seperti buih di samudera, Allah dengan lautan cintaNYA akan
mengampuni dosa-dosanya.
Pelacur itu
meneruskan langkahnya merasai hikmah dan nikmat Allah sepanjang perjalananannya.
Ia meninggal dunia dan kemudian ia masuk surga hanya karena kebaikan yang
kelihatannya sepele di mata manusia, yakni: memberi minum anjing yang kehausan.
Aku
menganggukkan kepala. Membenarkan cerita Ken, benar banyak kisah-kisah tentang
betapa amat pengasih Allah kepada umatNYA.
Ken menapaki
lantai mesjid yang hangat. September mulai hujan, tetapi lantai mesjid hangat.
Ujar Ken, dalam surah Ar-Rahman, Allah sampai bertanya pada manusia, kebaikan
Allah yang mana lagi yang engkau dustakan? Aku tersenyum mendengarnya.
“Qul
huwal-ladzii ansya’akum wa ja’ala lakumus-sam’a wal abshaara wal af’idah,
qaliilam maa tasykuruun” yang bermakna: Katakanlah: “Dialah yang menciptakan
kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. (Tetapi) amat
sedikit dari kamu yang bersyukur.
“Bayangkan
Allah itu mengetahui bebalnya ciptaanNYA, bandel, tetapi dengan kasihNYA terus
saja ia memberikan banyak kebaikan bagi umatNYA, seandainya mereka mengetahui”
ujar Ken.
Kami
menantikan adzan maghrib berkumandang sambil memandang ke arah langit. Matahari
berpendar redup hanya menyisakan goresan-goresan oranye jingga di ufuk sana.
Segala puji bagi Allah yang tiada cacat sedikitpun ciptaanNYA.
“Ken” suaraku.
Ia memandangku ke dalam mataku. Itulah kebiasaan Ken kalau berbicara, ia selalu
berusaha memperhatikan dengan sungguh-sungguh apa yang hendak dikatakan lawan
bicaranya.
“Ya?”
jawabnya. Aku menghela nafas. Terdengar berat tetapi rasanya paru-paruku terisi
oksigen lebih banyak.
“Ken, aku
merasa terlalu banyak beban, terlalu banyak ujian hidup yang harus kujalani,
terlalu banyak …” aku menghentikan ucapanku tiba-tiba. Menghela nafas lagi. Ken
menggamit lenganku. Aku menoleh padanya, memperhatikan wajahnya yang bersih. Ia
tersenyum. Sungguh, ia mengembangkan senyumnya makin lebar.
“Teruskan,
ceritakan apa yang kau rasakan kalau engkau mempercayaiku” katanya masih tersenyum
sangat lembut dan sinar matanya menenangkanku. Aku tersenyum juga akhirnya dan
sepertinya aku merasa cukup tanpa perlu bercerita panjang tentang kegundahanku pada sahabatku Ken ini.
“Mari berdoa
sahabat, bersediakah kau kalau aku memimpin doa?” Tanya Ken hati-hati. Ia
terlalu takut jika dianggap menggurui. Ia terlalu takut dianggap sok suci. Tapi
aku selalu tahu, ia senantiasa ikhlas dalam hal apa saja. Aku menganggukkan
kepala.
Dan, inilah
doa yang Ken ucapkan:
Dengan nama
Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dengan namaMU yang tidak aku
harapkan kecuali karuniaNYA, yang tidak menjadikan aku takut kecuali
keadilanNYA, dan aku sama sekali tidak percayai kecuali firmanNYA, dan tidak aku
pegang kecuali ‘tangan’NYA.
Wahai Pemilik
ampunan dan keikhlasan, kepadaMU lah aku berlindung dari kezaliman dan
permusuhan dan dari perubahan zaman, dari berlanjutnya duka nestapa dan
rangkaian keburukan nasib, dari habisnya masa sebelum diperhitungkan dan
dipersiapkan.
Dan, hanya
kepadaMU, aku mohon bimbingan menuju apa yang baik dan mendatangkan kebaikan.
Dan, hanya kepadaMU aku mohon limpahan keselamatan, kesehatan dan
kelanggengannya. Aku berlindung kepadaMU dari godaan-godaan iblis dan syetan.
Aku melakukan ketaatan kepadaMU semata-mata hanya berharap kasih sayangMU.
Limpahkan kesejahteraan pada nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad beserta keluarga
beliau yang bersih dan suci. Jaga diriku Ya Allah dengan mata-MU yang tak
pernah tidur. Tuntaskanlah semua urusanku Ya Allah dengan bergantung hanya
padaMU. Tutuplah usiaku dengan ampunanMU. Aku bernaung dengan kekuasaanMU dari
kezaliman sang penguasa, terimalah salatku dan puasaku. Lindungilah aku pada waktu
jaga dan tidurku, karena Engkaulah Ya Allah penjaga yang terbaik. Engkaulah
yang paling pengasih dari segala yang pengasih. Amin Ya Robbal Alamien.
Saat
kami berdua mengusap wajah kami, azan maghrib pun menggema. Ken tidak
memandangku lagi, meminum air sejuk yang dia bawa dari rumah. Seorang pengelola
mesjid memperhatikan kami kemudian mempersilakan kami untuk menikmati hidangan
buka puasa yang diletakkan berhampiran
dengan dewan salat utama. Tiga butir kurma dan sepotong pastel daging melepas
dahaga kami seharian ini. Aku merasa hatiku menjadi tenang dan riang, oleh
sebab itu aku membagi doa Ken ini dalam catatan kecilku. Benar, yang penting
aku melakukan langkah demi langkah tak
berhenti, hanya kepada Allah-lah aku berharap.
National Mosque, Kuala Lumpur 29
Agustus 2011.